Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, Dan Mushala Sesuai Aturan Kemenag

Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, Dan Mushala Sesuai Aturan Kemenag
Aturan penggunaan pengeras suara di masjid - Kementrian Agama sudah menerbitkan aturan tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushala sejak 1978. Aturan tersebut tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 yang ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam saat itu, Drs H Kafrawi MA pada 17 Juli 1978

Untuk lebih jelas dan detail aturan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushala bisa dibaca pada teks lampiran instruksi berikut:

Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, Dan Mushala Sesuai Aturan Kemenag


Lampiran Instruksi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : KEP/13/101/'78 Tanggal 17 Juli 1978 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, dan Mushalla

A. Pengertian


1. Pengertian Pengeras Suara disini adalah perlengkapan tehnik yang terdiri dari mikropon, amplifier, loud speaker dan kabel-kabel tempat mengalirnya arus listrik.
2. Pengeras Suara di masjid, langgar atau mushalla, yaitu pengeras suara yang tersebut di atas yang dimaksudkan untuk memperluas jangkauan penyampaian dari apa-apa yang disiarkan di dalam masjid, langgar atau mushalla seperti adzan, iqomah, do'a, praktek sholat, takbir, pembacaan ayat Al Qur'an, pengajian dan lain-lain.

B. Keuntungan dan Kerugian menggunakan Pengeras suara


1. Keuntungan menggunakan Pengeras Suara di masjid, lang-gar dan mushalla berarti tercapainya sasaran dakwah/penyampaian agama kepada masyarakat yang lebih luas baik di dalam maupun di luar masjid, langgar dan atau mushalla. Jama'ah atau umat Islam yang jauh letaknya dari masjid, langgar atau mushalla serentak dapat mendengarkan panggilan atau pesan dakwah walaupun tidak hadir dalam masjid. Dan kegunaan penggunaan Pengeras Suara di dalam masjid dimaksudkan agar anggota jama'ah yang jauh dari imam, muballigh atau guru yang menyampaikan tabligh menjadi sama jelas mendengarkan sebagaimana yang duduknya dekat dengan imam/muballigh tersebut.
2. Kerugian dari penggunaan Pengeras Suara keluar masjid, langgar atau mushalla diantaranya dapat mengganggu kepada orang yang sedang istirahat atau sedang beribadah di dalam rumah masing-masing seprti mereka yang melaksanakan tahajud, menyelenggarakan upacara agama dan lain-lain. Khusus di kota-kota besar dimana anggota masyarakat tidak lagi memiliki jam yang sama untuk bekerja, pergi dan pulang kerumah sangat terasa sekali.

Sebagaimana juga sifat majemuknya masyarakat kota yang rumah-rumah di sekitar masjid tidak jarang dihuni oleh mereka yang berlainan agama bahkan orang yang berlainan kewarganegaraan seperti para diplomat atau pegawai bangsa asing. Dari beberapa ayat Al Qur'an terutama tentang kewajiban menghormati jiran/tetangga, demikian juga dari banyak hadits Nabi Muhammad SAW menunjukkan adanya batasan-batasan dalam hal keluarnya suara yang dapat menimbulkan gangguan walaupun yang disuarakan adalah ayat suci, do'a atau panggilan kebaikan sebagaimana antara lain tercantum dalam dalil-dalil yang dilampirkan pada keputusan Lokakarya P2A tentang Penggunaan Pengeras Suara di Mesjid dan Mushalla.

Selain dari pada ayat atau hadits-hadits yang tegas mengingatkan tidak bolehnya umat Islam menimbulkan gangguan kepada tetangga, juga terdapat ayat atau hadits yang mendorong disyi'arkannya agama Islam supaya umat makin taqwa kepada Allah SWT. Kesemuanya itu mendorong umat Islam untuk mencari cara-cara yang bijaksana diantara melaksanakan syi'ar dan menjaga keutuhan hidup bertetangga yang tidak menimbulkan sesuatu gangguan bahkan keharmonisan dan rasa simpati yang timbal balik.

C. Fungsi Penggunaan Pengeras Suara Oleh Masjid, Langgar Dan Mushalla.


Dari beberapa ayat Al Qur'an maupun hadits Nabi Muhammad SAW, kita dapat menarik kesimpulan bahwa fungsi Pengeras Suara di masjid, langgar dan mushalla adalah untuk : 1. Meningkatkan daya jangkau seruan keagamaan agar supaya ummat makin mencintai agamanya dan melaksanakan agamanya dengan sebaik-baiknya.
2. Menimbulkan syi'ar keagamaan agar supaya masyarakat memahami dan mencintai agama Islam dan keagungan Allah SWT.

D. Syarat-syarat Penggunaan Pengeras Suara


Agar supaya pengeras suara di dalam masjid, langgar atau mushalla dapat berfungsi seperti tersebut di atas diperlukan terpenuhinya beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Perawatan Pengeras suara oleh seorang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara-suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan anti-pati atau anggapan tidak teraturnya suatu mesjid, langgar atau mushalla.
2. Mereka yang menggunakan Pengeras Suara (muadzin, pembaca Qur'an, imam sholat dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak, tidak cemplang, sumbang atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu mesjid dan bahkan jauh dari pada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan syara seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara do'a, dzikir, dan sholat. Karena pelanggaran hal-hal seperti ini bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak menta'ati ajaran agamanya.
4. Dipenuhinya syarat-syarat dimana orang yang mendengar berada dalam keadaan siap untuk mendengarnya. Bukan dalam waktu tidur, istirahat, sedang beribadah atau melakukan upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali panggilan adzan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang, bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakat masih terbatas, maka suara-suara keagamaan dari dalam masjid, langgar dan mushalla selain berarti seruari taqwa, juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitar.
5. Dari tuntunan Nabi, suara adzan sebagai tanda masuknya shalat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan Pengeras Suara untuknya adalah tidak dapat diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muadzin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syandu.

E. Pemasangan Pengeras Suara


Untuk tercapainya fungsi Pengeras Suara seperti tersebut pada bagian C, perlu pengaturan pemasangan sbb. :
1. Diatur sedemikian rupa sehingga corong yang keluar dapat dipisahkan dengan corong kedalam. Jelasnya terdapat saluran yang hanya semata-mata ditujukan keluar.
2. Dan yang kedua berupa corong yang semata-mata ditujukan kedalam ruangan masjid, langgar atau mushalla.
3. Acara yang ditujukan keluar, tidak terdengar keras kedalam yang dapat mengganggu orang shalat sunnat atau dzikir. Demikian juga corong yang ditujukan kedalam mesjid tidak terdengar keluar sehingga tidak mengganggu yang sedang istirahat.

F. Pemakaian Pengeras Suara


Pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat. Demikian juga sholat dan doa pada dasarnya hanya untuk kepentingan jama'ah kedalam dan tidak perlu ditujukan keluar untuk tidak melanggar ketentuan syari'ah yang melarang bersuara keras dalam sholat dan do'a. Sedangkan dzikir pada dasarnya adalah ibadah individu langsung dengan Allah SWT karena itu tidak perlu menggunakan pengeras-suara baik kedalam atau keluar. Secara lebih terperinci kiranya perlu dipedomani ketentuan sebagai berikut :

1. Waktu Shubuh :

a. Sebelum waktu shubuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan pengeras-suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini digunakan untuk pembacaan ayat suci Al Qur'an yang dimaksudkan untuk membangunkan kaum Muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri dll.
b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al Qur'an tersebut dapat menggunakan pengeras-suara keluar. Sedangkan kedalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang se-dang beribadah dalam masjid.
c. Adzan waktu shubuh menggunakan pengeras-suara keluar.
d. Sholat shubuh, kuliah shubuh dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepenting-an jama'ah) dan hanya ditujukan kedalam saja.

2. Waktu dzuhur dan Jum'at

a. Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jurm'at supaya diisi dengan bacaan Al Qur'an yang ditujukan keluar.
b. Demikian juga suara adzan bilamana telah tiba waktunya.
c. Bacaan sholat, do'a, pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras-suara yang ditujukan kedalam.

3. Asar, maghrib, dan Isya' :

a. Lima menit sebelum adzan pada waktunya, dianjurkan membaca Al Qur'an.
b. Pada waktu-datang waktu shalat dilaktikan adzan dengan pengeras-suara keluar dan kedalam.
c. Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya kedalam.

4. Takbir, Tarhim dan Ramadhan

a. Takbir Idul-Fitri, Idul Adlha dilakukan dengan pengeras suara keluar. Pada Idul-Fitri dilakukan malam 1 syawwal dan hari 1 Syawwal. Pada Idul-Adlha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 D zulhijjah.
b. Tarhim yang berupa do'a menggunakan pengeras-suara kedalam. Dan tarhim berupa dzikir tidak menggunakan pengeras suara.
c. Pada bulan Ramadlan sebagaimana pada hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Qur'an yang ditujukan kedalam seperti tadarrusan dan lain-lain

5. Upacara hari besar Islam dan Pengajian Tabligh pada hari besar Islam atau Pengajian harus disampaikan oleh Muballigh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan audience (jama'ah). Expressi dan raut-muka pendengar harus diperhatikan dan memberikan bahan kepada muballigh untuk menyempurnakan tablighnya baik isi maupun cara penyampaiannya. Karena itu tabligh/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan kedalam, dan tidak untuk keluar karena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh. Dikecualikan dari hal ini, apabila pengunjung tabligh atau hari besar Islam memang melimpah kelaur.

G. Hal-hal yang harus dihindari


Untuk mencapai pengaruh kepada masyarakat dan dicintai pendengar, kiranya diperhatikan agar hal-hal berikut hindari untuk tidak dilaksanakan :
1. Mengetuk-ngetuk pengeras-suara. Secara teknis hal ini kan mempercepat kerusakan pada peralatan di dalar yang teramat peka pada gesekan yang keras.
2. Kata-kata seperti : percobaan-percobaan, satu-dua, dst
3. Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.
4. Membiarkan suara kaset sampai lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Qur'an, Ceramah) yang sudah tidak betul suaranya.
5. Membiarkan digunakan oleh anak-anak untuk bercerita macam-macam.
6. Menggunakan pengeras suara untuk memanggil-manggil nama seseorang atau mengajak bangun (diluar panggilan adzan).

H. Suara dan Kaset


Seperti diuraikan di depan, suara yang dipancarkan melalui pengeras suara, karena didengar orang banyak dan sebagiannya tentu orang-orang terpelajar diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
l. Memiliki suara yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.
2. Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah
3. Dalam hal menggunakan kaset hendaknya diperhatikan dan dicoba sebelumnya. Baik mutu atau lamanya untuk tidak dihentikan mendadak sebelum waktunya.
4. Adzan pada waktunya hendaknya tidak menggunakan kaset kecuali bila terpaksa.

I. Pengeras suara pada Masjid, langgar atau mushalla di kampung


1. Pada umumnya ketentuan yang ketat ini berlaku untuk kota-kota besar yaitu Ibukota Negara, Ibukota Propinsi dan Ibukota Kabupaten/Kotamadya. Yakni dimana penduduk aneka warna Agama dan kebangsaan, aneka warna dalam jam kerja dan keperluan bekerja tenang di rumah dan lain-lain.
2. Untuk masjid, langgar dan mushalla di Desa/Kampung pemakaiannya dapat lebih longgar dengan memperhatikan tanggapan dan reaksi masyarakat. Kecuali hal-hal yang dilarang oleh syara'.



Posting Komentar untuk "Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, Dan Mushala Sesuai Aturan Kemenag"